Padd Solutions

Converted by Falcon Hive

La Takhaf Wa La Tahzan

Sabtu, Oktober 11, 2008 0 comments


Bukanlah hal yang menyenangkan ketika kita harus hidup berpisah jauh dari keluarga. Kuliah seringkali menjadi salah satu penyebabnya. Senang karena alhamdulillah impian yang kita impi-impikan come true. akan tetapi kesenangan selalu di barengi dengan kesedihan yang disebabkan karena harus berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi. Dengan penuh harapan, semoga ini adalah pilihan yang terbaik. Agak cemas juga, di tempat yang baru nanti bisa senyaman dengan yang sekarang tidak ya?


Laa takhaf wa laa tahzan, innallaha ma'anaa.

Jangan takut dan jangan bersedih hati, sesungguhnya Allah bersama kita. Di sinilah indahnya Islam. Dalam QS Al Hujuraat ayat 10, Allah berfirman:

Innamal mukminunal ikhwah

Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Artinya, di manapun kita berada, walaupun jauh dari sanak keluarga, namun, ketika kita bersama dengan orang-orang yang beriman, pada hakikatnya kita tengah berkumpul dengan saudara kita pula.

Don’t worry, be happy. Berada di tempat yang baru, bertemu dengan orang-orang baru, dengan lingkungan dan kebiasaan yang baru, memang bisa menimbulkan stres kalau tidak siap. Namun, berada di tempat yang baru, adalah juga berarti kesempatan untuk mendapat teman baru, bertambah sahabat dan memperbanyak saudara.
Imam Ghazali mengatakan bahwa persaudaraan antara orang beriman semata-mata karena iman adalah persaudaraan yang kukuh. Maka berbahagialah mereka yang menjalin persaudaraan karena ikatan iman, dengan orang-orang shaleh di sekitarnya, di rumah, kontrakan, kos, kampus, fakultas, organisasi, paguyuban, di mana saja. Apalagi di lembaga dakwah kampus, tempat berkumpulnya orang-orang shaleh yang satu fikrah, satu visi dan misi, satu tujuan, yang saling beramal jama’i dalam dakwah.


Persaudaraan di antara dua orang, kata Imam Ghazali, akan sempurna hanya apabila keduanya berteman untuk satu tujuan, sehingga mereka seperti satu jiwa. Hal ini akan mengharuskan mereka berdua untuk saling berpartisipasi dalam keadaan senang dan susah. Sebesar persaudaraan ini, sebesar pula seseorang akan merasakan nikmatnya dakwah menuju Allah dan nikmat bergabung dalam barisan Islam.

Nikmat saling menolong, saling memberi, saling berkunjung, akan mendatangkan nikmat yang lain pula, yaitu cinta Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Sesungguhnya Allah swt berfirman, ’Berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku. Berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling memberi karena-Ku. Dan berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling menolong karena-Ku.” (HR. Ahmad dan Al Hakim)

So, let’s get it on. Ke manapun pergi, di manapun berada, yakinlah, you are not alone. Selama kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan senantiasa menjalin ukhuwah dengan orang-orang shaleh, maka di situ kita akan mendapatkan keluarga dalam ikatan persaudaraan yang kukuh, teman yang sebaik-baiknya.

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa’: 69).

Wallahu’alam bish shawab
Dikutip dari : Hudzaifah


Sebuah kajian tafsir coba kami sajikan di hadapan pembaca yang budiman. Dalam rubrik ini akan kami kupas masalah keseharian yang ada di lingkungan kita (pepohonan, dedaunan, dan hewan).

Akan tetapi banyak hal yang tidak kita ketahui, di balik tabir yang menutupi hati kita. Kita coba menyelami lautan tafsir yang akan menghantarkan kita pada perenungan ciptaan Allah yang Maha Dahsyat tetapi kadang malah terlewatkan oleh akal pikiran kita. Justru tanpa sadar kita lebih tergugah dengan buatan manusia yang serba canggih, di mana ciptaan manusia itu tiada bandingnya dengan apa yang telah diciptakan Allah untuk kita. Oleh karena itulah Allah menyuruh kita untuk selalu dan selalu belajar dan berpikir pada apa-apa yang ada di alam semesta ini, dan janganlah menjadi orang-orang yang sombong di muka bumi ini.

Ketika sebuah daun terjatuh dari ranting pohon, dengan warnanya yang agak menguning, atau bahkan masih berwarna hijau ranau, tergeletak di antara bayang-bayang kaki kita, sepintas menurut akal kita belum layak untuk gugur. Lalu kita singkirkan begitu saja, karena kita risih dengan keberadaannya, yang menurut kita hanya sebatas sampah. Padahal di balik itu ada makna mendalam yang tidak kita sadari.

Dedaunan dan beribu-ribu macam serangga di alam ini adalah makhluk Allah SWT yang diciptakan untuk kita pelajari. Bayangkan, alangkah banyaknya jenis dedaunan di jagad ini, dan alangkah banyaknya jenis serangga yang mengitari kita pagi, sore, siang dan malam.

Menurut ahli tafsir, dedaunan diartikan sebagai seberkas ilmu dan secerca hikmah yang terbentuk dengan jelas untuk menuntun kita dalam memahami Firman Allah SWT :
سبحان الذي خلق الأزواج كلها مما تنبت الأرض ومن أنفسهم ... [36.36]

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang telah ditumbuhkan di bumi dan dari diri mereka ..."

Maka dedaunan menurut ayat di atas termasuk di antara makhluk yang tumbuh di muka bumi, yang oleh Sang Pencipta Alam dibentuk dengan sedemikian rupa, dengan keindahan yang selalu menjadi pesona bagi manusia maupun makhluk ciptaan Allah dan menjadi penghias di bumi ini. Dari sinilah Allah memasukkan rahasia ilmu dan lautan hikmahNya untuk menjadi pelajaran kita sebagai makhluk yang paling sempurna agar mampu mempelajari rahasia Allah tersebut.

Di sisi lain, kita masih sering mengagung-agungkan karya manusia, seperti Thomas Alfa Edison si penemu dari Amerika itu, karena dia telah membantu kita menerangi rumah-rumah kita dengan bola lampu temuannya. Masyarakat dunia menyanjung dan membangga-banggakan seorang Edison, itu wajar, karena kita bisa merasakan manfaat penerangan itu. Tetapi ingat, Allah mempunyai maha karya yang tak kalah hebatnya dengan bola lampu karya Edison, yakni matahari, sebuah kumpulan gas hidrogen yang maha besar sebagai penerang jagad ini dan juga sebagai sumber kehidupan bagi makhluk-makhluk hidup yang ada di dalamnya, termasuk dedaunan. Berkat kasih sayangNya, kita semua dapat merasakan hangatnya sinar mentari yang terletak sekitar 3500 tahun perjalanan dengan menggunakan kereta api. Bayangkan apa yang akan terjadi apabila matahari diletakkan lebih dekat lagi, pastilah kita semua akan terbakar, apalagi untuk memancarkan sinarnya ke bumi, matahari hanya membutuhkan waktu kurang lebih 8 menit 18 detik.

Salah satu manfaat matahari yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup tumbuhan, khususnya daun adalah sinar ultraviolet (UV), dengan sinar ultraviolet yang ditimbulkan oleh bola lampu ciptaan Allah tersebut, bersama dengan zat hijau daun (klorofil) yang berada di jaringan beberapa daun tertentu, akan mengambil karbondioksida dan zat-zat asam arang di udara yang menjadi penyebab polusi, untuk diperoses menjadi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, dan membantu pula dalam proses pembentukan cadangan makanan yang nantinya akan disimpan pada buah dan bunga dalam sebuah pohon. Di sini dapat kita lihat, bagaimana sebuah proses fotosintesis, yang merubah sesuatu yang merugikan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dibuat oleh Allah dengan sedemikian rupa, sehingga kita manusia, dapat mengambil pelajaran darinya.
................ ومما لا يعلمون

"...dan dari apa-apa yang tidak mereka ketahui."

Ayat ini bermakna bahwa hasil ciptaan manusia masih jauh lebih sederhana dari apa yang diciptakan Allah. Seperi apa yang telah ditemukan Edison dan para penemu yang seperti dia, tidak bisa membuat sebuah produsen jaringan sel seperti yang terbentuk di dalam sebuah daun, atau biasa disebut jaringan sel mikroskopis yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa, di mana sekeliling dari sel itu transparan dan lapisannya membentuk jaringan yang kokoh, yang di dalamnya ada saluran-saluran berisi klorofil yang bercabang dan saling berhubungan satu sama lain, Allaahu Akbar !!

Sesungguhnya ciptaan-ciptaan Edison dan ciptaan orang-orang sepertinya lebih logis menurut akal pikiran kita. Oleh karena itu kita lebih gampang menyanjung dan mengelukan seorang ilmuwan, daripada ciptaan-ciptaan Allah yang (terkadang) kurang logis bagi kita, karena kita sangat kurang mengetahui maksud dari penciptaan sebuah makhluk oleh Allah SWT. Tetapi di balik penciptaan makhluk Allah yang serba menakjubkan itu terdapat sebuah rahasia dan hikmah. Coba bayangkan saja, apabila manusia di bumi ini meneliti dan terus meneliti apa-apa tentang ciptaanNya, niscaya dunia ini akan kacau karena semua manusia akan beribadah karena mengetahui hakikat kebesaran Allah dan tidak melakukan aktifitas keduniawiannya.

Namun di dunia ini, keberadaan orang yang cemerlang akalnya dan mempunyai tingkat pemikiran jenius, sangat sedikit keberadaannya. Mereka sangat mencintai Allah karena keagungan dan ketakjuban ciptaanNya. Keberadaan mereka di muka bumi ini, tidak mengharapkan kehidupan kecuali mereka bisa menyenangkan generasi penerusnya, dan menjadi pengikut perintah Rabbnya, dengan dasar cinta yang mendalam yang dirangsang dari nilai-nilai tafakkur atas makhluk ciptaan Allah. Itulah eksistensi mereka sebagai tiang-tiang, yang kepadanya penduduk bumi bersandar dan mendapat petunjuk dari ciptaan Allah.

Mereka tidak memiliki kelezatan dan hiburan selain cinta, setiap kali mereka lalai dari Allah mereka merasa sedih dan merasa yakin bahwa mereka telah berdosa, hingga akhirnya mereka memohon ampun dariNya.Tatkala maut menjemput, mereka bersuka ria dan senang gembira. Dengan kematian itulah mereka akan berjumpa dan melihat sang Kekasih yang diidamkan selama hayatnya. Merekalah orang yang diklaim oleh Allah sebagai orang yang beruntung di dunia dan di akhirat.
Sumber : Al Bashiroh

TAFAKKUR_LANGIT

Sabtu, Oktober 11, 2008 0 comments

Dalam kitab ini Imam al-Ghazali mencoba menjembatani antara ilmu dunia dengan ilmu akhirat lewat proses tadabbur bil kholqillah (perenungan ciptaan Allah). Tadabbur yang sering kita lakukan akan membawa kita pada puncak keimanan yang luar biasa (Rusyukhul Yaqin), maka dengan dasar ini tidak ada salah kalau kita gunakan waktu sejenak untuk menambah kualitas Iman kita.

Alam dengan segala isinya akan mengantarkan kita pada pengamatan suatu konstruksi bangunan rumah dengan segala perabotnya. Kedudukan langit yang meninggi di angkasa diibaratkan sebuah atap rumah, sedangkan bumi terhampar seperti permadani dihiasi dengan berbagai motif alami, bintang-bintang gemerlapan layaknya lampu menerangi rumah kita. Sedangkan permata-permata tersimpan dalam lautan yang luas. Tidak ada satupun yang diciptakan Allah di bumi ini sia-sia.
ربنا ما خلقت هذا باطلا

Di sisi lain Allah menciptakan langit dan menjadikan warnanya paling indah dan kuat, dengan keserasian warna yang cocok untuk mata, malahan dari sisi medis bisa memperkuat daya pandang kita. Itulah Allah yang maha Bijaksana, dalam menciptakan langit dengan durasi warna yang tidak terlalu kuat (kontras), dengan itu akan menghindari kita dari kerusakan mata.


Fenomena lain yang Allah menanamkan dalam diri kita bahwa sifat warna hijau sangat di sukai oleh jiwa kita. Sebagaimana dengan warna biru pada langit yang cerah, senantiasa menyimpulkan kita pada pernyataan bahwa langit adalah pemandangan yang luar biasa. Disaat malam tiba, langit mulai beranjak kelam, karena matahari sedikit demi sedikit meninggalkan daerah yang disinarinya. Bintang dan bulan kembali menghiasi langit dengan kemiliau cahayanya, hingga manusiapun tak sanggup menandingi keindahan yang tiada habisnya ini.

Alam menjadi suatu konstruksi yang maha dahsyat indahnya. Allah sebagai Sang Pencipta (the Most Creator) senantiasa membuka lautan ilmunya bagi orang-orang yang mau bertafakkur, sebagai mana hadist Nabi :
تفكروا فى خلق الله ولا تفكر فى ذات الله

Dengan dalil itu merupakan dasar kuat, akan turunnya ilmu Allah pada diri manusia. Mungkin saja Istana yang megah tidak pernah dijamah oleh manusia sekalipun, membawa manusia akan keindahan ukiran/pahatan batu nan artistik. Akan tetapi manusia lambat laun akan merasa bosan dengan pemandangan yang ada. Yang menjadi pertanyaan apakah manusia bosan dengan tebaran bintang yang gemerlap di angkasa, atau cahaya rembulan yang bersinar menerangi kepekatan malam ?

Atas dasar pertanyaan itu, kemudian para raja zaman dahulu menjadikan penyejuk pandangan dan penawar kegelisahan hatinya atas problem-problem yang selama ini menghantuinya. Sebagian ahli hikmah bertutur,

"Kamu tidak akan mendapatkan ketenangan dan kepuasan di rumahmu, sebagaimana apa yang kamu dapatkan ketika memandang keindahan langit yang dihiasi oleh jutaan bintang, bulan dan galaksi di jagad raya ini".

Sebagian ahli tafsir menafsiri ayat ke-7 surah ad-Dzaariyah yang berbunyi :
والسماء ذات الحبك

Langit-langit itu mempunyai hiasan sebagai petunjuk yang jelas akan subyek keagungan ciptaan dan dari luasnya ilmu Allah. Hal itu semua menjadi bukti atas kehendak Allah dalam membedakan kecepatan gerak antara bulan, bumi, matahari dan planet lain yang banyak jumlahnya.

Dengan ayat tersebut Penciptaan Allah yang berada pada langit itu, menjadikan sumber keilmuan yang luar biasa. Adanya hari, bulan, tahun dan keilmuan astronomi lainnya merupakan bukti atas keagungan ciptaan Allah. Keberlanjutan kita yang senantiasa bertadabbur pada ciptaan Allah akan mendekatkan kita pada Allah dan menghilangkan keraguan kita akan kekuasaan Allah.

Terakhir kalinya Imam al-Ghazali menganjurkan kita akan mudawamah ala dzikrillah (keberlanjutan dalam berdzikir) baik itu dalam hati, lisan maupun pikiran kita, lewat proses tadabbur fi kholqillah. Dengan dalil Firman Allah:
واذكر الله قياما وقعودا

"Ingatlah Allah dalam segala aktifitasmu"
Dikutip dari "Al Bashiroh"